Minggu, 14 September 2008

Laut boleh dikavling dan diperjualbelikan

Ya, kini laut (perairan pesisir) boleh dikavling, boleh dijadikan jaminan utang, boleh diwariskan, dan boleh diperjualbelikan. Begitulah UU 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengaturnya.



Ada dua alasan utama mendasarinya, yakni pertimbangan historis & kepentingan kontemporer. Secara historis, nenek moyang bangsa kita sudah mempraktikkan pengkavlingan laut jauh sebelum Indonesia Merdeka. Prof Prodjodikoro, ahli hukum adat, mengutip van Vollenhoven mengemukakan bahwa dahulu perairan pesisir di Aceh dapat dikuasai atas izin Sultan, di Tegal laut dikavling para nelayan laksana tanah gogolan, di Ambon perairan pesisir dianggap sebagai wilayah desa, dan di Banten laut dinamakan patenekan yang hanya memberikan hak bagi warga desa untuk menangkap ikan.



Secara kontekstual, perairan pesisir perlu kepastian hukum atas penguasaannya untuk keperluan budidaya rumput laut, mutiara, wisata bahari, keramba jaring apung, dan sudah barangtentu untuk masyarakat adat. Beberapa negara, seperti Jepang sudah mempraktikkannya.



Untuk argumentasi lebih lengkap dapat dibaca dalam disertasi saya "Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan, Eksistensi dan Prospek Pengaturannya di Indonesia" (UGM, 2000).

Label:

1 Komentar:

Pada 18 November 2008 pukul 09.03 , Blogger Pritta Kartika mengatakan...

salam,
nama saya Pritta, mahasiswa semester 7 Fakultas Hukum Unpad. saya sedang menyusun tugas akhir mengenai eksistensi nelayan adat dikaitkan dengan HP3. Disertasi bapak tentu akan sangat banyak membantu saya dalam penulisan tugas akhir ini. dimana saya bisa membaca disertasi bapak? apakah saya perlu ke perpustakaan UGM?
terimakasih sebelumnya.
salam.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda